AREMA

Lima Kado Ultah Arema

Kado Ultah Arema ke-23 Adalah Tentang Lima Hal
Dikirim oleh Muhammad Ihwan, Aremania domisili Bandung, member of Arema Parahyangan
Gelar juara Indonesian Super League (ISL) musim 2009-2010 tidak hanya mentasbihkan Arema sebagai yang terbaik di Indonesia, namun juga berarti kemenangan industri sepakbola di Indonesia. Dalam konteks tersebut, bagi saya, Arema sedikitnya berhak menyandang tiga gelar sekaligus. Pertama, Arema juara ISL 2009-2010. Kedua Arema juara membangun prestasi sepakbola nasional dengan dukungan supporter terbanyak dan terbaik di Indonesia.


Ketiga, Arema juara sebaga tim sepakbola modern dengan dukungan sponsor pihak ketiga tanpa berharap atas dana APBD Kabupaten Malang. Dalam rangka ulang tahun Arema ke-23 pada tanggal 11 Agustus 2010 ini, izinkan saya merefleksikan 5 (lima) hal yang berhasil dibangun Arema sebagai kado ulang tahun manis ke-23, periode ini.
1. MEMBENTUK KARAKTER BERSAMA
Melihat skema permainan Arema musin lalu, jelas sudah bahwa Arema sedikit banyak menganut skema permainan total football ala Belanda. Dalam bahasa Belanda, Total Football disebut “Totaalvoetball”, dalam skema ini, pemain yang meninggalkan posisinya segera digantikan pemain lain hingga struktur organisasional tim tetap terjaga.
Dalam sistem ini tak ada yang bertugas di posisi tertentu. Semua pemain dapat dengan mudah berganti karakter dan posisi menjadi seorang penyerang ulung ataupun penggalang pertahanan sekokoh karang. Dengan skema ini, permainan kera-kera ngalam menjadi rancak, ciamik, sederhana, namun efektif. Sungguh, ini adalah suguhan atraktif dan luar biasa pada pentas sepakbola modern.
Menurut data statistik, ebih dari 65% gol Arema bukanlah berasal dari seorang goal getter. Benar yang disampaikan meneer Robert Alberts; seharusnya pemain lain selain striker harus bisa bikin gol, sehingga makin banyak pemain Arema yang diwapadai, dan membuat lawan bingung menjaga pemain mana”.
Filosofi yang sungguh brillian!! Pertahanan Arema menjadi senjata ampuh dengan jumlah kebobolan paling sedikit diantara kontestan lainnya.Dalam skema ini pula, kolektifitas menjadi barang berharga.
Bayangkan saja, betapa sulitnya pelatih membangun visi, kerjasama, dan chemistry setiap pemain untuk bermain sebagai sebuah kesatuan tim. Inilah yang membuat allenatore Robert Alberts membuang kiper timnas sekelas Markus Horison ke Persib Bandung, karena lebih mementingkan dirinya ketimbang tim.
2. MENEGAKKAN TETRALOGI PERMAINAN
Arema menurut saya adalah tim yang menitikberatkan pada tetralogi; kesantunan bermain, menjaga fighting spirit, menggunakan staying power, dan berpandangan egaliter. Mengenai kesantunan bermain, saya melihat pemain senior macam Pierre ‘papa’ Njanka yang telah bermain pada dua edisi Piala Dunia 1998 dan 2002 tetap memperhatikan kesantunan bermain, memberi andil besar memimpin the young guns Arema untuk setia pada fatsoen permainan, tidak menganggap enteng, profesional, dan militan.
Militansi pemain inilah yang membuat pemain menyatakan ikrar setia membela Arema di musim yang akan datang.Kemenangan Arema tidak jarang ditentukan di detik-detik akhir permainan, penanaman pentingnya menjaga semangat tempur ini saya pikir adalah esensi dari seluruh kemenangan-kemenangan Arema.
Pergantian pemain bagi saya adalah upaya merotasi fighting spirit pemain, dan hal ini sangat cerdas dilakukan oleh meneer Robert Albert.
Menurut Juergen Klinsmann, legenda sepakbola Jerman; “sepakbola adalah tentang staying power, tim yang bisa mempertahankan permainan terbaiknya selama pertandingan dialah yang akan menjadi pemenang”.
Musim 2009/2010 adalah musim yang menegaskan Arema sebagai tim dengan staying power paling teruji, konsisten, bertempur tanpa lelah, merebut, berjibaku, dan memenangkan bola sepanjang pertandingan. Inilah kunci Jerman merebut piala dunia tahn 1990, yang secara fasih diterapkan pada sendi-sendi permainan Arema.
Berikutnya adalah tentang ditanamkannya prinsip egaliterian dalam sepakbola. Egaliterian adalah suatu prinsip yang memandang bahwa setiap tim, dari kasta mana pun berasal, siapapun pelatihnya, dan bagaimana pun komposisi pemainnya, senantiasa memiliki peluang yang sama untuk memenangkan pertandingan.
Bagi saya ini yang menjadi faktor pembeda Arema dengan tim lain. Dengan prinsip ini, pemain Arema akan lebih mudah bermain all out, dinamis sejak menit pertama, bergerak dengan pasti, bertahan dengan etis, dan menyerang dengan santun, serta selalu waspada terhadap segala kemungkinan.
Prinsip ini melahirkan sikap tidak memandang remeh lawan dan menggangap semua pertandingan adalah penting, dan setiap laga adalah titian jalan menuju juara. Arema adalah tim yang sukses menerapkan prinsip egaliterian dalam sepakbola.
3. MENGUATKAN MENTALITAS TIM
Mental adalah faktor penentu sebuah tim untuk mampu atau tidaknya memenangkan pertandingan dan menjuarai kompetisi. Mentalitas tim dibangun oleh Arema melalui empat cara, Pertama; penciptaan kondisi tim yang kondusif, harmonis dan kekeluargaan. “Suasana ruang ganti yang kondusif akan dapat merubah jalannya pertandingan”, itu yang sering dikatakan sir Alex Ferguson pada pasukannya.
Kedua, Penguatan kultur taat azaz dan mengembangkan kultur riset. Lihat saja bagaimana setiap sebelum pertandingan pemain Arema diharuskan menonton rekaman pertandingan tim calon lawannya, menganalisis satu per satu tipologi permainan lawan, mengamati dengan seksama celah demi celah di benteng pertahanan lawan. Saya ingin mengatakan bahwa kemenagan Arema hampir selalu ditentukan oleh kuatnya kultur ini.
Ketiga, jalinan interaksi, komunikasi, serta sosialisasi kebijakan manajemen yang masive, kekeluargaan, dan profesional adalah katalisator penting terhadap seluruh faktor teknis dalam tim.
Terakhir adalah secara kontinyu melahirkan tunas muda sebagai regenerasi dan peremaja semangat. Lihat saja, pemain-pemain macam Kurnia Meiga; kiper sekaligus pemain terbaik pada gelaran ISL 2010. Bomber eksplosif Dendi Santoso, ‘si tukang angkut air’ macam Juan Revi, Jenderal lapngan tengah macam Ahmad Bustomi, dan winger lincah macam Benny Wahyudi yang lahir dari inkubator kompetisi internal yang profesional, kompetitif, dan dinamis. Tidak mustahil nama-nama tersebut akan menjadi tulang punggung timnas Indonesia dimasa mendatang.
4. MENGEMBANGKAN MANAJEMEN DAN ORGANISASI
Menghidupi sebuah klub sepakbola jelas membutuhkan dana yang sangat besar yang hanya bisa berkesinambungan pembiayaannya melalui sebuah perputaran aset bisnis. Jalan yang ditempuh manajemen Arema ini merupakan wacana baru atau tak lazim bagi sebuah tim sepakbola di Indonesia. Biasanya, klub sepakbola ditopang pembiayaannya oleh Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) atau dari sponsor.
Saat PT Bentoel hengkang dari manajemen klub Arema Malang, badai seakan menghempas seluruh manajemen, para pemain, dan para Aremania. Namun justru dalam situasi tersebut, semua pihak yang mencintai Arema Malang bersatu dan memancang ikhtiar bahwa sudah saatnya Arema menjadi klub profesional sekaligus mandiri.
Maka lahirlah PT Arema Indonesia yang dimotori tokoh-tokoh Malang seperti Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko; Wakil Bupati Malang, Rendra Kresna; dan mantan Sekkota Malang, HM Noer. Tak hanya birokrat, sejumlah pengusaha dan pecinta sepakbola juga melibatkan diri untuk memanggul Arema ke atas podium impian yang telah dicanangkan tadi. Sejak bulan Agustus tahun 2009, PT Arema Indonesia resmi menjadi pengelola dan pemilik klub Arema Indonesia FC.
Arema adalah klub yang pendanaannya tidak tergantung kepada pemerintah. Pemerintah dan pihak swasta bisa menjadi partner strategis bagi Arema Indonesia. Sebagai imbal balik dari ini semua, kami berkomitmen untuk turut mengharumkan nama Indonesia dengan menjadi klub profesional.

5. TERUS-MENERUS BERUSAHA MEMBANGUN WELL EDUCATED SUPORTER
Kami Arema, Salam satu jiwa
Di Indonesia, kan slalu ada
Slalu bersama
Untuk kemenangan,
Kami Aaa..Re.. Maa

Inilah yang sering menarik perhatian publik bola nasional dari Arema dalah polah-tingkah komunitas supporternya yang dikenal dengan sebutan Aremania. Aremania banyak dipuji sebagai prototipe supporter sepak bola yang ideal untuk masa depan sepak-bola Indonesia. Mereka mampu menggabungkan unsur fanatisme terhadap klub kebanggaan dengan sportivitas terhadap pemain dan suppoter lawan, serta kreativitas dalam menghidupkan atmosfer pertandingan.
Militansi Aremania tak diragukan. Mereka sanggup bernyanyi dan menari sepanjang pertandingan untuk mendukung tim kesayangannya. Mereka tetap memberi dukungan walaupun tim Arema mengalami kekalahan. Yang lebih diacungi jempol banyak pihak, mereka menyanyikan lagu “Padamu negeri” di awal dan di penghujung pertandingan.
Aremania terkenal dengan tri komitmen luhurnya, yakni ; “Loyalitas tanpa batas”, “Fanatik namun berkode etik”, dan “Tidak narsis walau selalu eksis” yang selalu menjadi semangat bersama. Belum lagi slogan humanis macam; “salam satu jiwa” yang menjadi spirit perdamaian.
Militansi inilah yang membuat banyak pemain asing, macam, Paco dan Juan Rubio, Rodrigo Araya, Franco Hitta, begitu betah tinggal di Malang. Ini juga rahasia duo Singapura; Noh Alam Shah dan M. Ridhuan, serta Pierre ‘papa’ Njanka menolak tawaran Sriwijaya FC dan PSM Makassar.
Militansi itu pula yang membuat para pemain bermain kesetanan dan sanggup mengalahkan tim-tim yang lebih unggul. Para pemain bahkan begitu loyal terhadap tim, walaupun mereka tidak digaji setinggi jika mereka bergabung dengan tim lain.
Sesekali dua-tiga letupan bentrok antar suporter terjadi namun setelah timbul kesadaran untuk menunjukkan bahwa mendukung kesebelasan kesayangannya tak harus dengan pandangan sempit atau chauvinisme lokal, Aremania mulai berbenah diri dan mulai merubah citranya, tidak hanya damai, sportif, loyal, tapi juga atraktif.Kini, pengakuan terhadap Aremania sebagai supporter sepakbola terbaik di Indonesia telah diraih, terbaik di Asia Tenggara, dan nomor 2 di Asia setelah Jepang.
Aremania diakui sebagai suporter paling loyal di Indonesia, di setiap pertandingan, entah di Malang maupun di luar kota Malang, Aremania selalu mendukung tim kesayangannya. Mereka tidak pernah peduli timnya menang atau kalah. Penghargaan yang pernah diraih oleh Aremania antara lain adalah The Best Suporter pada Ligina VI tahun 2000. Aremania juga dianugerahi The Best Suporter pada Copa Indonesia II tahun 2006.
Meski demikian, manajemen Arema Indonesia terus-menerus mengajak Aremania untuk berbenah. Selain melakukan sosialisasi, manajemen juga melakukan edukasi. Bahkan di lembaran tiket juga dicantumkan ajakan bagi Aremania untuk menjadi suporter yang loyal tapi tetap mendukung tim kesayangan mereka dengan cara yang sportif, atraktif dan simpatik.
Membangun ‘well educated’ suporter bukan perkerjaan mudah dan singkat, bahkan usaha ini bisa berlangsung dan dilalui seumur hidup menyamai umur dunia”
”Salam Satu Jiwa, Arema IndonesiaSelama Laga, Jangan Lagi Ada Pelemparan Botol dan Barang Apapun ke StadionSelama Laga, Jangan Ada Lagi Makian, Cacian Yang Menjurus Pada Rasisme,Selama Laga, Jangan Lagi Ada Yang Nekat Masuk Ke SentelbanKarena Kami Saudara, Maka Ingatkan MerekaKarena Bila Itu Dilakukan, Sanksi Mengancam dan Akan Merugikan Kita Semua” Demikian kalimat yang tercantum dibalik lembaran tiket masuk pertandingan Arema Indonesia.
Ternyata upaya sosialisasi semacam ini merasuk dalam pikiran dan nurani para Aremania. Tentunya beberapa langkah di atas tidak akan pernah terealisasi tanpa adanya partisipasi aktif dari para Aremania.
Marilah kita bersama-sama membangun sebuah pondasi yang kuat demi tegaknya tim Arema Malang untuk kita wariskan kepada para Aremania generasi mendatang, sehingga tidak salah kiranya bila semboyan “tidak kemana mana tapi ada dimana-mana” menemukan buktinya.
Selamat ulang tahun Singaku, Salam satu jiwa!!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © DUNIA KITA SEMUA